Apa Yang Kulihat Saat Usia Dua Puluh Satu

Melihat dari sudut pandang mahasiswa seusiaku dan merasakan segala kekhawatiran tentang masa depan adalah sesuatu yang aku pikirkan akhir - akhir ini. Rasanya belum lama semenjak aku mengerjakan ujian praktek kewirausahaan dan maju bercerita saat bulan bahasa di Aula SMA. Tapi pada nyatanya aku sudah menyentuh usia kepala dua. Bahkan sudah dua puluh satu tahun aku hidup. Secepat itu ya? 

Dulu waktu SMP aku hanya khawatir soal berapa nilai Ujian Nasional supaya bisa masuk SMA yang kumau. Lalu saat SMA aku khawatir akan lanjut kuliah dimana. Kemudian sekarang aku merasa kekhawatiran itu lebih rumit. Aku tak hanya mengkhawatirkan soal apa yang selanjutnya akan aku lakukan, tapi karena hal itu kemungkinan besar akan aku tekuni seumur hidup. 

Di usia ini aku masih suka membaca buku fantasi, menonton film Disney, melihat penyanyi K-Pop kesukaanku dan mendengarkan musik Taylor Swift. Aku masih berharap akan mendapat Hogwarts letter walau tahu itu sudah terlambat dan aku tak akan pernah berangkat. Bahkan mungkin terbangun dari tidur di sebuah kastil di Narnia. 

Hal tersebut membuatku tersadar kalau selamanya ada remaja dalam diriku yang tak mungkin hilang apapun yang terjadi. Segala hal yang kusuka adalah sesuatu yang selalu menjadi bagian dari rasa khawatirku saat ini. Ya, sekompleks itu. Aku takut bahwa nanti saat aku menua, aku tidak bisa melakukan sesuatu yang kusuka. 

Terkadang juga aku berpikir kalau aku memilih sesuatu yang kusuka, akankah aku menyukai hal tersebut seumur hidupku? Apakah suatu saat aku akan menyesal juga memilih hal itu? Aku masih takut mengambil keputusan. Aku selalu meminta pertimbangan banyak orang mengenai pilihanku. Mulai dari menu makanan, model sepatu sampai pilihan hidup. Aku tidak tahu kenapa aku harus bertanya mengenai pilihanku pada orang lain. Mungkinkah karena aku tidak sanggup menerima konsekuensinya? Atau karena aku yang tidak percaya diri saja?

Aku rasa tidak hanya aku yang merasakan ini. Aku merasa banyak juga dewasa awal yang merasakannya. Apa kalian bercerita pada orang lain mengenai hal ini? Atau hanya memendamnya sendiri? Aku menulis ini terkadang ketika aku membicarakannya, ucapanku tidak sesuai apa yang aku pikirkan. 

- sampai saat ini aku masih mencari jawaban dari segala kekhawatiranku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Bermain Mall World di Facebook

story telling (indonesian's and european's folklore: human security issue)

Review Buku : Other Half of Me - Elsa Puspita