Street Kitchen

 "Love will always find a way." –Sleeping Beauty

Aku menghentikan langkahku tepat didepan Street Kitchen. Ya, tempat dimana awal perkenalanku dengannya. Kami bukan orang yang tidak saling kenal sebelumnya. Dia seorang fotografer dan tentu saja karyanya luar biasa. Jika tidak mana mungkin agency ku bisa menyuruhnya menjadi fotografer untuk katalog kami?

Aku gadis yang gila saat itu. Aku memanggilnya begitu saja dan langsung mengajaknya makan siang. Well, saat itu moodku memang buruk. Aku harus pulang malam dan berangkat dini hari untuk pemotretan. Tapi bagaimana lagi? Aku sudah menandatangani kontrak. 

Entah kenapa tiba - tiba aku menceritakan semua masalahku padanya saat kami mengantri untuk mendapatkan makanan dari Street Kitchen (Kantorku memang berada tepat di dekat situ dan kebetulan aku memang tidak mau makan makanan yang disediakan kru) dan dia hanya membalasnya dengan senyuman. Dan aku tambah kesal dengannya sampai dia mengajakku menghabiskan makanan di taman yang tak jauh dari tempat kami berdiri. 

Taman itu belum pernah aku kunjungi sebelumnya walaupun aku sering melewatinya. Dia mengajakku duduk dan dia bercerita padaku soal pekerjaannya selama ini. Aku baru menyadari kalau dia humoris. Tidak seperti kelihatannya saat dia sedang berkutik dengan kamera. Dia bercerita soal petualangannya selain menjadi fotografer model sepertiku dia juga menjadi fotografer alam bebas dan itu membuatku tertarik. 

Semenjak hari itu aku dan dia saling berhubungan walau kami sudah tidak terkait kontrak. Jujur, aku jatuh cinta kepadanya. Dia sangat baik dimataku dan ... aku tidak tahu. Dia benar - benar memiliki kharisma dimataku. 

Tapi hubungan itu tidak bertahan lama. Hubungan pertemanan ini maksudku. Kalian berpikir aku dan dia akan menjadi lebih dari sekedar teman? Hhh. Aku benar - benar membencinya saat itu. Dia bilang dia akan kembali menjadi fotografer alam bebas dan pekerjaan itu membawanya untuk harus memotret dan pergi cukup lama. 

Dia berjanji dia akan mengirimiku e-mail, gambar, tapi apa? Dia menghilang. Dia bahkan menghapus semua akun yang ia miliki, tidak pernah menguhubungiku lagi. Jadi seperti inikah seorang teman? Beruntung, aku dan dia tidak berhubungan lebih dari seorang teman. Jika ada, aku akan sakit hati karena dua hal. Pertama, dia akan memutuskanku atau hal gila kedua dia tidak akan memberikanku kabar sebagai kekasihnya.


Dan hari ini, hari pertama musim gugur tahun ini. Aku kembali ke Street Kitchen, membeli dan langsung duduk di bangku itu. Membaca majalah geografi terbaru (Hobiku, tentu saja. Tidak seperti model lainnya, kan?) dan menatap salah satu foto di halaman paling depan.

RIP Our Beloved Photographer. 
Everest, 2014. 


Dan, pada saat itu juga aku benar - benar membencinya, marah dan aku bahkan tidak bisa merasakan aku bernafas.


P.S : Cerita ini hanya khayalan^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Bermain Mall World di Facebook

story telling (indonesian's and european's folklore: human security issue)

Review Buku : Other Half of Me - Elsa Puspita